KODE ETIK DAN PROFESIONALISME GURU PAK
Latar Belakang
Pendidikan
agama Kristen adalah merupakan hal yang amat penting dalah kehidupan gereja dan
umat Tuhan. Dalam konteks Indonesia, pendidikan agama Kristen mempunyai
peran yang penting, hal ini di karenakan kita sebagai murid Kristus dalam
kehidupan sehari-harinya harus menunjukkan diri sebagai murid sang Guru
Agung. Pendidikan agama Kristen sering dikeluhkan karena pelajaran agama
tidak lagi memberikan sesuatu yang berbeda dalam membetuk siswa untuk menjadi
serupa dengan Kristus.
Pendidikan
agama Kristen seharusnya membuat siswa Kristen berbeda dengan siswa-siswi yang lain. Pendidikan Agama Kristen bukan
sekedar transfer ilmu pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu pendidikan agama Kristen
merupakan sarana untuk menanamkan nilai-nilai kristiani kepada anak didik
menuju kesempurnaan seperti Kristus.
Peningkatan kualitas pendidikan
tidak terlepas dari bagaimana para pendidik (guru) mengajar secara profesional. Karena dengan mencapai
profesionalitas maka seorang guru akan meningkatkan kualitas pendidikan agama
Kristen. Sering yang menjadi kendala adalah guru yang mengajar mata pelajaran pendidikan agama Kristen
bukanlah guru yang kompeten di bidangnya. Yang tidak kalah pentingnya yang harus dimiliki oleh
seorang guru pendidikan Agama Kristen mengetahui dengan benar kode etik guru
dan melakukannya dengan sungguh-sungguh.
Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan
menguraikan tentang kode etik dan profesionalisme guru Pendidikan Agama
Kristen.
Kode Etik Guru
Pengertian Kode
Etik
Ditinjau dari segi
etimologi, pengertian kode etik ini telah dibahas dan dikembangkan oleh
beberapa tokoh yang mempunyai jalan fikiran yang berbeda-beda. Namun pada dasarnya
mempunyai pengetian yang sama. Socrates seorang filosof yang hidup di zaman
Romawi, yang dianggap sebagai pencetus pertama dari etika yang mana dia telah
menguaraikan etika secara ilmu tersusun. Malah sampai sekarang perkembangan
etika semakin berkembang, hal ini dapat dirasakan dengan adanya
fenomena-fenomena yang realita dalam masyarakat.Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak
baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau
salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Gibson dan Mitchel (1995)
menegaskan bahwa suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu
profesi yang diterjemahkan ke dalam standar prilaku anggotanya. Inti nilai professional yaitu adanya sifat
altruistis dari seorang frofesional, artinya mementingkan kesejahteraan orang
lain dan lebih berorientasi pada pelayanan masyarakat umum. Jadi nilai
professional yang paling utama ialah keinginan untuk memberikan pengabdian
kepada masyarakat.[1]
Menurut Oteng Sustina, kode
etik adalah seperangkat pedoman yang memaksa (patokan, mengatur, menuntun)
prilaku etis para anggota profesi. Konvensi nasional IPBI ke-1
mendefinisikan tentang kode etik sebagai pola, ketentuan, aturan, tata cara
yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktifitas suatu profesi.[2]
Menurut Adi Negoro
dalam bukunya Ensiklopedi Umum sebagaimana yang dikutip oleh Sudarno, dkk,
mengemukakan : Etika berasal dari kata Eticha yang berarti ilmu
kesopanan, ilmu kesusilaan. Dan kata Ethica (etika, ethos, adat, budi
pekerti, kemanusiaan).1 Menurut Hendiyat Soetopo, "Etik diartikan sebagai
tata-susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam
mengerjakan suatu pekerjaan".[3]
William Lillie,
mendefinisikan “Ethics as the normative science of conduct of human being
living in societies – a science which judges this conduct to be right or wrong,
to be good or bad, or in some similar way.”[4]
Maksud dari pengertian
di atas bahwa etik adalah ilmu pengetahuan tentang norma/ aturan ilmu
pengetahuan tentang tingkah laku kehidupan manusia dalam masyarakat, yang mana
ilmu pengetahuan tersebut menentukan tingkah laku itu benar atau salah, baik
atau buruk atau sesuatu yang semacamnya.
Arti definisi tersebut
di atas adalah tingkah laku boleh dikatakan sebagai moralitas yang sebenarnya
itu bukan hanya sesuai dengan standar masyarakat
tetapi juga dilaksanakan dengan sukarela. Tingkah laku itu terjadi melalui
transisi dari kekuatan yang ada di luar (diri) ke dalam (diri) dan ada
ketetapan hati dalam melakukan (bertindak) yang diatur dari dalam (diri).
Jadi, “kode etik guru”
diartikan : aturan tata-susila keguruan. Maksudnya aturan-aturan tentang
keguruan (yang menyangkut pekerjaanpekerjaan guru) dilihat dari segi susila.
Kata susila adalah hal yang berkaitan dengan baik dan tidak baik menurut
ketentuan-ketentuan umum yang berlaku. Dalam hal ini kesusilaan diartikan
sebagai kesopanan, sopan-santun dan keadaban.
Dengan demikian yang
dimaksud dengan Kode Etik Guru Indonesia adalah pedoman/ aturan-aturan/
norma-norma tingkah laku yang harus ditaati dan diikuti oleh guru profesional
di Indonesia dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari sebagai
guru profesional.
Dasar Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru
Indonesia merupakan usaha pendidikan untuk mencapai cita-cita luhur bangsa dan
negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yang mutlak
diperlukan sebagai sarana yang teratur dan tertib sebagai pedoman yang
merupakan tanggung jawab bersama.
Dengan demikian Kode
Etik Guru Indonesia disusun haruslah merupakan sendi dasar norma-norma tertentu
dari kode etik tersebut. Sebab dalam falsafah negara itu terkandung maksud dan
tujuan dari Negara tersebut.
Kode
Etik Guru Indonesia harus disusun berdasarkan antara lain kepada:
1. Dasar
falsafah negara, yaitu Pancasila. Sebab Pancasila juga merupakan dasar
pendidikan dan penganjaran Nasional. Sila-sila dari Pancasila disamping
merupakan norma-norma fundamental juga merupakan norma-norma praktis, sila-sila
tersebut menyatakan adanya dua macam interaksi antara hubungan secara horizontal
(manusia dengan sesama makhluk) dan hubungan secara vertikal (antara
manusia dengan Tuhan). Hubungan horizontal tersebut merupakan realisasi dari
sila-sila sampai dengan kelima. Sedangkan hubungan vertikal adalah merupakan
realisasi dari sila pertama.
Pancasila merupakan
dasar dari pada Kode Etik Guru Indonesia, yang harus ditanamkan dan menjiwai
setiap pendidik dan profesinya baik sebagai manusia, sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
2. Tujuan
Pendidikan dan pengajaran Nasional sesuai dengan TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966
yang berbunyi : “Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati
yang berdasarkan ketentuan yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan Isi UUD
45.” Tap MPR No. II/1983 Peraturan-praturan Pemerintah misalnya menurut PP
Nomor 10 tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri
Sipil maupun PP Nomor 30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Semua dasar ini dijadikan pedoman dalam rangka membina aparatur negara agar
penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 45 dan kepada pemerintah untuk
bersatu padu bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih
mutu dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam
pembangunan.
Kode
Etik Guru Indonesia
Rumusan Kode Etik Guru
Indonesia tersebut di atas adalah masih global sehingga perlu penjabaran secara
lebih rinci, yang kemudian dituangkan dalam item-item. Sebagai penjabaran dari
Kode Etik Guru Indonesia tersebut adalah sebagai berikut :
- Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
- Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh
informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
4.
Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.
Guru memelihara hubungan yang baik dengan orang tua
murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung
jawab bersama terhadap pendidikan.
6.
Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan
dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.
Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
8.
Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya.
9.
Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan.
Rumusan Kode Etik
Guru Pendidikan Agama Kristen[5]
Berikut
adalah beberapa rumusan tentang kode etik guru pendidikan agama Kristen:
1.
Percaya dan taat kepada Tuhan Yesus,
setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, taat kepada pemerintah dan Negara.
2.
Menjunjung tinggi kewibawaan gereja dan
nama baik sekolah.
3.
Mengutamakan kepentingan pelayanan PAK dalam masyarakat di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
4.
Berpikir, bersikap, dan berperilaku positif
sebagai anggota masyarakat yang berpengetahuan, berbudi luhur, jujur,
bersemangat, bertanggung jawab,
dan menghindari perbuatan tercela.
5.
Bersikap terbuka dan menjunjung tinggi
kejujuran serta menjalankan tugas profesi dengan sebaik-baiknya.
6.
Berdisiplin, bersikap rendah hati, peka,
teliti, dan menghargai
karya serta pendapat orang lain.
7.
Memegang teguh rahasia jabatan dan tidak
menyalagunakan jabatan.
8.
Menolak sesuatu pemberian yang diketahui
dan diduga secara langsung atau tidak langsung secara tidak sah yang
berhubungan dengan profesinya.
9.
Memperhatikan batas kewenangan dan
tanggung jawab, serta tidak melangkahi wewenang keahlian atau wewenang teman
sejawatnya.
10. Menghargai
sesama guru serta berusaha meluruskan perbuatan
tercela dari teman sejawatnya.
11. Membimbing
dan memberi
kesempatan kepada nara didik untuk mendapatkan, mengembangkan, dan menerapkan
ilmu pengetahuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
12. Membimbing
dan mendidik peserta didik ke arah
pembentukan kepribadian insan terpelajar yang mandiri dan bertanggung jawab.
13. Bersikap
dan bertindak adil terhadap peserta didik.
14. Menjaga
kehormatan diri dan profesi.
15. Mengikuti,
mengembangkan, dan menerapkan ajaran Kristen secara berkesinambungan
16. Mematuhi
semua peraturan dan tata tertib yang berlaku
Profesionalitas
Guru Pendidikan Agama Kriaten
Menurut
para ahli kata “profesional” memiliki beragam defenisi, defenisi pertama
mengatakan “profesional” khususnya dalam bidang olah raga dan seni, ada istilah
“pemain bayaran” dan ada pula “pemain amatiran”. Dalam permainan bayaran
dipergunakan untuk profesional, orang-orang yang melakukan kegiatan ini
mendapat upah atau bayaran.[6]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia profesionalitas adalah kemampuan
bertindak secara profesional, keprofesian.[7]
Profesionalitas
adalah kemampuan untuk merancang dan melakukan segela sesuatu secara
profesional dalam bidang yang digelutinya. Berbicara
tentang guru pendidikan agama Kristen Profesionalitas berarti: kemampuan untuk
bekerja secara profesional dalam bidang pendidikan agama Kristen, merancang
pendidikan agama Kristen secara menarik dalam proses belajar mengajar.
Guru
menurut kamus besar bahasa Indonesia guru diartikan
sebagai berikut: orang yang pekerjaannya mengajar.[8]
Namun bila berbicara mengenai guru dalam pendidikan agama kristen, maka guru
mempunyai arti sebagai pengajar, penyampai pengetahuan, mendidik, menasehati,
membimbing, pembina moralitasdan aklak para murid atau siswa.
Guru yang
profesional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan
tinggi. Dengan demikian, guru pendidikan agama Kristen yang profesional
adalah guru pendidikan agama Kristen yang melaksnakan tugas mengajar dan
mendidik di bidang pendidikan agama Kristen dengan mengandalkan kemampuan dan
karekter yang tinggi dan mengacu kepada sosok Yesus sebagai Guru Agung.
Persyaratan Dan Kinerja Guru Pendidikan
Agama Kristen Yang Profesional
Dalam dunia
pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang
sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar
mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu,
dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat
dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Filsofi
sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran
guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di
posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak
hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu
pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan
tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik
dalam proses pendidikan secara global.
Untuk menjadi
seorang guru yang profesional dalam suatu bidang atau mata pelajaran, maka
seorang guru perlu memiliki pesyaratan untuk memastikan bahwa seorang guru
tersebut sudah layak untuk mengajar. Beberapa pesyaratan itu adalah:
Memiliki Kualitas Pendidikan Yang Memadai, Memiliki Kompetensi Mengajar, Memiliki Karunia dan Pengalaman
Rohani Memiliki Keteladanan.
Memiliki
Kualitas Pendidikan
Untuk menghasilkan sauatu kualitas
pendidikan yang di inginkan bersama, maka dituntut juga guru yang profesiobal
di bidangnya. Kualitas pendidikan seorang guru merupakan salah satu dari
unsur dalam peningkatan kualitas pendidikan.
Pendidikan yang tepat harus terus
diusahakan agar seorang guru memiliki penguasaan bahan yang dapat
diandalkan. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab XI pasal 42 disebutkan bahwa pendidikan harus memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar
yang dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
Dengan demikian untuk menjadi guru
Pendidikan Agama Kristen kualifikasi minimal DII/DIII PAK untuk TK, S1 untuk
SD-SMA/SMK, dan S2 program S2 program studi PAK untuk menjadi dosen PAK pada
PTU dan S2 Dosen pada Perguruan Tinggi Agama/Teologia Kristen.
Dengan memiliki kualifikasi pendidikan
yang memadai, maka diharapkan memiliki kewenangan untuk melaksanakan tugasnya
sebagai guru PAK.[9]
Memiliki
Kompetensi Mengajar
Memiliki kompetensi untuk mengajar
sudah menjadi sesuatu yang mutlak bagi seoran guru. Seorang guru yang
profesional memiliki kompetensi mengajar yang baik. Kent L. Johnson, dalam
Called To Teach (Augsburg, 1984), mengemukakan bahwa sedikitnya ada enam segi
kemampuan dan ketrampilan yang harus dikembangkan guru dalam mengembangkan
profesinya. Keenam segi yang dimaksud meliputi masalah penetapan tujuan
mengajar, pengelolaan kelas, pemilihan metode, penyajian pelajaran, penciptaan
suasana belajar yang baik, dan perencanaan serta pelaksanaan evaluasi
pengakaran.[10]
Memiliki Karunia Dan Pengalaman Rohani
Mengigat
bahwa materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru adalah seperangkat
kompetensi yang diharapkan dari peserta didik berupa konsep dan pengalaman
rohani, serta perubahan sikap dan perilaku sebagai akibat pembelajaran
pendidikan agama Kristen, maka seorang guru pendidikan agama Kristen harus
memiliki pengalaman rohani.[11]
Memiliki
Keteladanan
Dalam proses pembelajaran, keteladan seorang guru pendidikan agama Kristen
adalah sangat penting dan dibutuhkan. Dua aspek untuk menanamkan
keteladanan yaitu urgensi keteladanan yang meliputi seorang guru akan menjadi
teladan bagi peserta didiknya, peserta didik akan menjadi sama dengan
gurunya. Serta aspek yang kedua yaitu implikasi keteladanan bagi
pendidikan agama Kristen yang meliputi untuk menghasilkan keteladan bagi
peserta didik, maka seorang guru harus hidup dalam realitas pengajarannya
sebagai teladan supaya firman Tuhan yang diajarkan menghasilkan transformasi.
Peningkatan Kualitas Pendidikan sehubungan dengan
Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Kristen
Peningkatan kualitas pendidikan agam
kristen didasarkan pada beberapa hal mendasar yaitu: kerohanian, minat belajar,
sikap dan tindakan, serta hubungan dengan sesama.
Kerohanian
Berbicara tentang pendidikan agama
Kristen, maka tidak akan lepas dari kerohanian siswa. Pengajaran agama
Kristen adalah untuk membantu peserta didik dalam perjumpaan dengan tradisi
kristiani dan wahyu Allah guna memahami, memikirkan, menyakini, dan mengambil
keputusan berdasarkan isi pengajaran.
Kerohanian siswa berhubungan dengan
hubungan siswa dengan Allah untuk mencapai pada kedewasaan iman. Peningkatan
kualitas kerohanian siswa dapat dilihat dari bagaimana intensitas siswa
menggunakan waktu untuk berdoa, membaca alkitab dan mempunyai waktu untuk
bersekutu dengan Allah. Peningkatan kualitas kerohanian tidak lepas dari
bagaimana peran aktif seorang guru pendidikan agama Kristen untuk mengarahkan
siswa mengalami pertumbuhan kerohaniannya.
Pertumbuhan rohani terlihat dati dua
aspek yaitu aspek “vertikal dan hotizontal”. Aspek vertikal adalah
diperbaharuinya hubungan seseorang dengan Allah yang dikokohkan melalui firman
Allah dan doa. Sedangkan hubungan horizontal ditandai dengan praktek iman
dalam hubungannya dengan sesama.
Pengajaran agama Kristen diharapkan
supaya siswa mengasihi sesamanya oleh karena Tuhan telah mengasihi mereka
sendiri.
Pengetahuan
Pengetahuan membawa kepada kemampuan
untuk bertindak secara batiniah, itulah maka manusia mempunyai banyak kelebihan
dibandingkan dengan binatang. Proses dari upaya untuk pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari pada prinsipnya tidak banyak berbeda dengan upaya ilmiah.
Pengetahuan ditinjau dari sifat dan
penerapannya, ilmu pengetahuan terdiri atas dua macam, yakni declatarive
knowledge dan procedural knowledge. Pengetahuan deklaratif atau
pengetahuan proporsional adalah pengetahuan mengenai informasi faktual yang
pada umumnya bersifat statis-normatif dan dapat dijelaskan secara lisan/verbal.
Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang mendasari kecakapan
atau ketrampilan perbuatan jasmaniah yang cendrung bersifat dinamis.
Salah satu dari prinsip utama PAK adalah
learning to know. Ini berhubungan dengan kemampuan akal budi peserta
didik. Peserta didik diarahkan untuk mengetahui segala sesuatu tentang dirinya,
dunianya, sesama, lingkungannya dan pengetahuan akan Allah serta segala
Firman-Nya.
Karakter
Karakter berhubungan erat dengan sikap
dan tindakan dari siswa. Karakter yang baik akan menghasilkan sikap dan
tindakan yang baik. Sering terjadinya tauran antar pelajar, siswa yang terjerat
dalam narkoba dan obat-obat terlarang serta terlibat dalam
perkumpulan-perkumpulan yang merisaukan masyarakat dipengauhi oleh karekter
dari siswa yang kurang bagus.
Melihat dari hal ini maka karakter
sangat mempengaruhi peningkatan kualitas pendidikan agama Kristen. Karena
karakter berbicara tentang sikap dan tindakan dari siswa baik di sekolah, di
rumah, maupun dalam lingkungan pergaulannya.
Kesimpulan
Guru pendidikan agama Kristen yang profesional adalah
guru pendidikan agama Kristen yang melaksnakan tugas mengajar dan mendidik di
bidang pendidikan agama Kristen dengan mengandalkan kemampuan dan karekter yang
tinggi dan mengacu kepada sosok Yesus sebagai Guru Agung.
Juga
setiap guru pendidikan agama Kristen harus mampuh melaksanakan kode etik
profesi keguruan dengan sungguh-sungguh.
Untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, setiap guru dan peserta didik harus
memiliki kerohanian, pengetahuan yang luas, dan karakter yang teguh.
DAFTAR PUSTAKA
Gultom,
Andar, Profesionalisme, Standar
Kompetensi, Dan Pengembangan Profesi Guru PAK. Bandung: Bina Media
Informasi, 2007
Hendiyat Soetopo, Wasty Soemanto,
Kepemimpinan dan Supervisi
Pendidikan, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988.
Homrighausen,
E.G dan I.H Enhklaar, Pendidikan
Agama Kristen ,Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1993
Kamus Besar Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007
Rutung,
Simon, Materi Kuliah profesi Keguruan, Makale: STT Kibaid, 2013
Sidjabat, B.S. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994
Sudarno, dkk., Administrasi Supervisi Pendidikan,
Surakarta : Sebelas Maret University
Press, 1989.
[2]
Simon Rutung, Idid
[3] Sudarno, dkk., Administrasi Supervisi Pendidikan,
(Surakarta : Sebelas Maret University
Press, 1989), Cet. II, hlm. 117.
[4] Hendiyat Soetopo, Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan,
(Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988), hlm. 281.
[5]
Simon Rutung, Materi Kuliah Profesi Keguruan, Makale: STT Kibaid, 2013
[6] Andar
Gultom, Profesionalisme, Standar
Kompetensi, Dan Pengembangan Profesi Guru PAK (Bandung: Bina Media
Informasi, 2007), hlm. 2
[8] Ibid, hlm. 337
[11] Andar Gultom, opcit, hlm. 30